BAB I
PENDAHULUAN
Di negara-negara yang multilingual, multirasial dan
multikultural untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan
suatu perencanaan bahasa yang tentunya terlebih dahulu harus dimulai dengan
kebijaksanaan bahasa.
Mengapa sampai diperlukan
perencanaan bahasa? Perencanaan bahasa itu sendiri apabila saya jabarkan adalah
suatu konsep untuk mementukan kebijakan, penerapan dan pengembangan bahasa
dalam suatu Negara tertentu. Ada beberapa faktor yang mendasarinya,
Pertama ditinjau dari segi
kebudayaan, bangsa tersebut mememiliki banyak bahasa sehingga perlu memilih
bahasa mana yang akan digunakan, misalkan bangsa kita sendiri.
Kedua, untuk mempertahankan bahasa
asli Negara tersebut, agar tidak tergerus oleh bahasa asing yang masuk.
Biasanya konsep tersebut diterapkan untuk memperlancar komunikasi baik dalam
bidang pemerintahan, maupun kehidupan sosial lainnya. Oleh karena itu dikenal
dengan adanya bahasa Nasional, Bahasa resmi kenegaraan, dan bahasa Kedaerahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
PERENCANAAN BAHASA
Ada
dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara
lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah
pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam
negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat
menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
A. Kebijaksanaan bahasa
Kebijaksanaan bahasa adalah sebagai
suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan
perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai
dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu
bangsa secara nasional.
Jadi kebijaksanaan bahasa itu merupakan
satu pegangan yang bersifat nasional untuk kemudian membuat perencanaan
bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi
verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh Negara dan dapat diterima
oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda.
Masalah-masalah kebahasaan yang di
hadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung terhadap situasi
kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki
sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa
saja (meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai
masalah kebahasaan yang serius. Negara yang demikian, misalnya, Saudi Arabia,
Jepang, Belanda dan Inggris.[1]
Tetapi negara-negara yang terbentuk, dan
memiliki sekian bahasa banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan
yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan
polotik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru
dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebap
masalah-masalah kebahasaan yang terjadi di negara lain, secara historis telah
agak terselesaikan sejak agak lama.
Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia
yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut soempah
pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku
lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak, berlipat ganda.
Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam undang-undang
Dasar 1954 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karna itulah, para pengambil
keputusan dalam menentukan kebijakan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi
bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus.
Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat
berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik,
tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas
bangsa.
Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah
di ambil Indonesia dari perkataan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan
bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan
dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara
tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan
baik. [2]
Dalam perencanaan bahasa terdapat 3 tipe:[3]
a) Endoglosik
Negara yang
memiliki tipe ini yaitu Negara yang bahasa resminya adalah bahasa ibu dari
mayoritas populasinya.
b) Eksoglosik
Negara yang
memiliki tipe ini yaitu Negara yang mengangkat bahasa eksternal sebagai bahasa
resminya.
c) Campuran
Negara yang
memiliki tipe ini yaitu Negara yang di dalamnya fungsi-fungsi nasional dan
resminya terpecah antara sebuah bahasa asli dan non asli.
B. Perencanaan Bahasa
Melihat urutan dalam penanganan dan
pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam negara yang multilingual,
multirasial, dan multikultural, maka perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang
harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa.
Istilah perencanaan bahasa (language planning)
mula-mula digunakan oleh haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing
perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana. Menurut
hougen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa
depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu
merupakan usaha yang terarah.
Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan
language planning ini sebenarnya
sudah berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh hougen(moeliono 1983),
yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada komisi bahasa Indonesia sampai
ketika Alisjahbana menerbitkan majalah pembina bahasa Indonesia tahun 1948.
Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language
planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van op huijsen menyusun ejaan
bahasa Melayu (Indonesia).
Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam
perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai dari berdirinya commisie voor de
volkslectuur yang didirikan oleh kolonial pemerintahan belanda pada tahun 1908,
yang pada tahun 1917 berubah menjadi balai pustaka. Lembaga ini dengan
majalahnya sari pustaka, panji pustaka, dan kedjawen dapat dianggap sebagai
perencanaan dan pengembangan bahasa. Lalu, pada tahun 1942 pemerintah penduduk
Jepang membentuk dua komisi bahasa Indonesia satu di Jakarta dan satu lagi di
Medan.
Komisi ini diberi tugas untuk
mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan
tatabahasa baru, dan penentuan kata pungutan baru(moeliono 1983). Sesudah
proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1947 pemerintah indonesia membentuk panitia
pekerja bahasa Indonesia dengan tugas mengmban peristilahan, menyusun tata
bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah.
Suatu perencanaan bahasa tentunya harus
diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan
yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistim ejaan yang ideal
(baku) yang dapat digunakan oleh penutur dengan benar, sebap adanya sistem
ejaan yang di sepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi.
Pelaksanaan perencanaan bahasa ini
kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang mungkin akibat dari
perencanaannya yang kurang tepat; bisa juga dari para pemegang tampuk
kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur,
maupun dari dana dan ketenagaan.
Hambatan dari pemegang tampuk kebijakan
bisa terjadi karna mereka yang memegang tampuk kebijakan diluar bidang bahasa.
Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukannya
tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan
yang tidak menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan “soal
bahasa adalah urusan guru bahasa”
Berhasil atau tidaknya usaha perencanaan
bahasa ini adalah masalah evaluasi. Dalam hal ini memang dapat dikatakan
evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar dilaksanakan.
Umpamanya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan dalam bidang pembukuan bahasa,
sebab pembukuan bahasa itu tidak disertai dengan pemberian terperinci mengenai
sasarannya, dan tidak pula diberi kerangka acuan waktu bilamana hasil kira-kira
akan tercapai.
P.A. Garvin dan Mathiod (1974)
memberikan contoh keberhasilan perencanaan bahasa dalam bidang status karena
direncanakan secara sistematis, terkendali, dan terorganisasi. Negera-negara
yang berhasil adalah:
a. Bahasa Inggris dan Perancis di
Kanada dan Kamerun.
b. Bahasa Perancis dan bahasa
Flemish di Belgia.
c. Bahasa Perancia, Italia, Jerman,
dan Romanish di Switzerland
d. BahasaMelayu, Mandarin., Tamil,
dan Inggris di Singapura.
Masing-masng bahasa di negara
tersebut mempunyai status tersendiri sehingga tidak terjadi tumpang tindih
dalam ranah pemakaiannya.
Pada sisi lain, banyak juga negara
yang merencanakan bahasa resmi dengan berhasil. Hal ini terjadi karena
pemerintah (atau pemerintah) sadar bahwa bahasa dapat dijadikan alat untuk
komunikasi resmi kenegaraan, sehingga kinerja pemerintahan dapat berjalan
dengan baik. Negara-negara yang berhasil menentukan atau memilih bahasa fresmi
negara adalah:
a. Perancis
memilih bahasa Perancis,
b. Inggris,
Amerika, Singapura, India, Papua New Guinea, Filipina, dan Kanada memilih
bahasa Inggris,
c. Indonesia
memilih bahasa Indonesia.
d. Malaysia
memilih bahasa Melayu,
e. Israel
memilih bahasa Hebew
f. Peru
memilih bahasa Quechue [4]
Selanjutnya
perencanaan bahasa dapat dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu corpus planning dan
status planning. Penjelasan mengenai ketiga dimensi tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Perencanaan korpus
Perencanaan korpus adalah usaha kodifikasi bahasa
dalam rangka penyempurnaan bahasa tersebut sehingga bisa dipakai secara mantap
baik secara lisan maupun tulis. Aspek-aspek yang dirancang adalah abjad, ejaan,
lisan, tulis, kosakata, istilah, kamus, buku teks, laras, sastra, dan bahan
pengajaran bahasa di lembaga-lembaga pendidikan.
2. Perencanaan status
Perencanaan status
adalah pemberian kedudukan yang jelas kepada suatu bahasa, yaitu sebagai bahasa
resmi, bahasa negara, atau bahasa nasional. Tindakan ini menyangkut bagaimana
peran pemerintah, bagaimana payung hukumnya, bagaimana pelaksanaan teknisnya
yang terkait dengan penguasaan dasar pemakaian, penyebaran pemakaian, pemupukan
sikap pemakai, dan deskripsi bahasa tersebut.
Kedua kelompok perencanaan bahasa
bisa berjalan apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai (termasuk
anggaran) dari pemerintah. Negara-negara yang telah mengikuti pola perencanaan
bahasa tersebut adalah India, Pakistan, Israel, Finlandia, Papua New Guinia,
dan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ada
dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara
lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah
pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam
negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat
menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut:
a. Kebijaksanaan bahasa
Kebijaksanaan
bahasa adalah sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang
dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan
yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan
yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
b. Perencaan bahasa
Istilah
perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh haugen (1959)
pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan
oleh para perencana.
2. Saran
Dalam
penulisan makalah ini, kami masih merasa terdapat berbagai kekurangan. Oleh
karena itu kami meminta kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Atas
kritikan dan saran dari pembaca kami ucapkan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar