Selasa, 04 Maret 2014

makalah sosiolinguistik


BAB I
PENDAHULUAN

Di negara-negara yang multilingual, multirasial dan multikultural untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa yang tentunya terlebih dahulu harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa.
Mengapa sampai diperlukan perencanaan bahasa? Perencanaan bahasa itu sendiri apabila saya jabarkan adalah suatu konsep untuk mementukan kebijakan, penerapan dan pengembangan bahasa dalam suatu Negara tertentu. Ada beberapa faktor yang mendasarinya,
Pertama ditinjau dari segi kebudayaan, bangsa tersebut mememiliki banyak bahasa sehingga perlu memilih bahasa mana yang akan digunakan, misalkan bangsa kita sendiri.
Kedua, untuk mempertahankan bahasa asli Negara tersebut, agar tidak tergerus oleh bahasa asing yang masuk. Biasanya konsep tersebut diterapkan untuk memperlancar komunikasi baik dalam bidang pemerintahan, maupun kehidupan sosial lainnya. Oleh karena itu dikenal dengan adanya bahasa Nasional, Bahasa resmi kenegaraan, dan bahasa Kedaerahaan.





BAB II
PEMBAHASAN
PERENCANAAN BAHASA
  Ada dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
A.    Kebijaksanaan bahasa
Kebijaksanaan bahasa adalah sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
Jadi kebijaksanaan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh Negara dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda. 
Masalah-masalah kebahasaan yang di hadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung terhadap situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja (meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda dan Inggris.[1]
Tetapi negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian bahasa banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan polotik akibat persoalan bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari 400 buah, agak beruntung sebap masalah-masalah kebahasaan yang terjadi di negara lain, secara historis telah agak terselesaikan sejak agak lama.       
Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut soempah pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak, berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam undang-undang Dasar 1954 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karna itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus.
Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas bangsa.
 Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah di ambil Indonesia dari perkataan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. [2]
Dalam perencanaan bahasa  terdapat 3 tipe:[3]
a)      Endoglosik
Negara yang memiliki tipe ini yaitu Negara yang bahasa resminya adalah bahasa ibu dari mayoritas populasinya.
b)      Eksoglosik
Negara yang memiliki tipe ini yaitu Negara yang mengangkat bahasa eksternal sebagai bahasa resminya.
c)      Campuran
Negara yang memiliki tipe ini yaitu Negara yang di dalamnya fungsi-fungsi nasional dan resminya terpecah antara sebuah bahasa asli dan non asli.

B.     Perencanaan Bahasa
Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa.
Istilah perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana. Menurut hougen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah.  
Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planning ini sebenarnya sudah berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh hougen(moeliono 1983), yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada komisi bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah pembina bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van op huijsen menyusun ejaan bahasa Melayu (Indonesia).
Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai dari berdirinya commisie voor de volkslectuur yang didirikan oleh kolonial pemerintahan belanda pada tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah menjadi balai pustaka. Lembaga ini dengan majalahnya sari pustaka, panji pustaka, dan kedjawen dapat dianggap sebagai perencanaan dan pengembangan bahasa. Lalu, pada tahun 1942 pemerintah penduduk Jepang membentuk dua komisi bahasa Indonesia satu di Jakarta dan satu lagi di Medan.
Komisi ini diberi tugas untuk mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tatabahasa baru, dan penentuan kata pungutan baru(moeliono 1983). Sesudah proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1947 pemerintah indonesia membentuk panitia pekerja bahasa Indonesia dengan tugas mengmban peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah.       
Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistim ejaan yang ideal (baku) yang dapat digunakan oleh penutur dengan benar, sebap adanya sistem ejaan yang di sepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi.           
Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat; bisa juga dari para pemegang tampuk kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur, maupun dari dana dan ketenagaan.        
Hambatan dari pemegang tampuk kebijakan bisa terjadi karna mereka yang memegang tampuk kebijakan diluar bidang bahasa. Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukannya tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan yang tidak menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan “soal bahasa adalah urusan guru bahasa”
Berhasil atau tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Dalam hal ini memang dapat dikatakan evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar dilaksanakan. Umpamanya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan dalam bidang pembukuan bahasa, sebab pembukuan bahasa itu tidak disertai dengan pemberian terperinci mengenai sasarannya, dan tidak pula diberi kerangka acuan waktu bilamana hasil kira-kira akan tercapai.
P.A. Garvin dan Mathiod (1974) memberikan contoh keberhasilan perencanaan bahasa dalam bidang status karena direncanakan secara sistematis, terkendali, dan terorganisasi. Negera-negara yang berhasil adalah:
a. Bahasa Inggris dan Perancis di Kanada dan Kamerun.
b. Bahasa Perancis dan bahasa Flemish di Belgia.
c. Bahasa Perancia, Italia, Jerman, dan Romanish  di Switzerland
d. BahasaMelayu, Mandarin., Tamil, dan Inggris di Singapura.
Masing-masng bahasa di negara tersebut mempunyai status tersendiri sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam ranah pemakaiannya.
Pada sisi lain, banyak juga negara yang merencanakan bahasa resmi dengan berhasil. Hal ini terjadi karena pemerintah (atau pemerintah) sadar bahwa bahasa dapat dijadikan alat untuk komunikasi resmi kenegaraan, sehingga kinerja pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Negara-negara yang berhasil menentukan atau memilih bahasa fresmi negara adalah:
a.       Perancis memilih bahasa Perancis,
b.      Inggris, Amerika, Singapura, India, Papua New Guinea, Filipina, dan Kanada memilih bahasa Inggris,
c.       Indonesia memilih bahasa Indonesia.
d.      Malaysia memilih bahasa Melayu,
e.       Israel memilih bahasa Hebew  
f.       Peru memilih bahasa Quechue [4]
Selanjutnya perencanaan bahasa dapat dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu corpus planning dan status planning. Penjelasan mengenai ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Perencanaan korpus
Perencanaan korpus adalah usaha kodifikasi bahasa dalam rangka penyempurnaan bahasa tersebut sehingga bisa dipakai secara mantap baik secara lisan maupun tulis. Aspek-aspek yang dirancang adalah abjad, ejaan, lisan, tulis, kosakata, istilah, kamus, buku teks, laras, sastra, dan bahan pengajaran bahasa di lembaga-lembaga pendidikan.
2.      Perencanaan status
Perencanaan status adalah pemberian kedudukan yang jelas kepada suatu bahasa, yaitu sebagai bahasa resmi, bahasa negara, atau bahasa nasional. Tindakan ini menyangkut bagaimana peran pemerintah, bagaimana payung hukumnya, bagaimana pelaksanaan teknisnya yang terkait dengan penguasaan dasar pemakaian, penyebaran pemakaian, pemupukan sikap pemakai, dan deskripsi bahasa tersebut.
            Kedua kelompok perencanaan bahasa bisa berjalan apabila didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai (termasuk anggaran) dari pemerintah. Negara-negara yang telah mengikuti pola perencanaan bahasa tersebut adalah India, Pakistan, Israel, Finlandia, Papua New Guinia, dan Indonesia.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Ada dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut:
a.       Kebijaksanaan bahasa
Kebijaksanaan bahasa adalah sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
b.      Perencaan bahasa
Istilah perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh haugen (1959) pengertian usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana.

2.      Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami masih merasa terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Atas kritikan dan saran dari pembaca kami ucapkan terima kasih.




[1] Abdul, Chaer. 2004. Sosiolinguistik:perkenalan Awal.  Hal 176
[2] Http//sosiolinguistik-perencanaan-bahasa.html
[3] Syukur, Ibrahim.  1995. Sosioinguistik. Hal 262
[4] http//:dasar-dasar-perencanaan-bahasa.html

Minggu, 05 Januari 2014

Makalah Etika Profesi Keguruan


BAB I
PENDAHULUAN

            Seorang guru merupakan model bagi murid-muridnya, bahkan bagi masyarakat luas maka dari itu guru dituntut untuk memiliki sikap professional dalam profesinya yang mulia. Ditambah lagi pada saat sekarang ini, telah adanya program sertifikasi guru dimana menuntut keprofesionalan  guru itu sendiri, dari segi profesi dan karirnya. Guru juga diharapkan untuk menjaga, mempertahankan dan mengembangkan sikap professional itu sendiri.
            Dalam mengembangkan sikap professional guru itu dapat dilaksanakan pada dua masa, yaitu pada masa prajabatan dan dalam masa jabatan. Dalam makalah ini akan dibahas secara rinci bagaimana pengembangan sikap professional keguruan dari masa prajabatan hingga dalam masa jabatan guru, dan apa-apa saja bentuk pembinaan dalam kedua masa itu.
           













BAB II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN

Sikap professional keguruan merupakan prilaku yang berhubungan dengan profesi yang harus dijaga , dipegang, serta dipedomani. Dimana berhubungan dengan pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati serta mengamalkan kemampuan dan sikap professional (Susi Herawati, 2009:26).
Menurut Oemar Hamalik  (2006:28), guru professional memiliki berbagai tugas antara lain :
1.      Bertindak sebagai model
2.      Meransang pemikiran dan tindakan
3.      Memimpin perencanaan dalam mata pelajaran
4.      Memberi nasehat kepada guru-guru lain
5.      Membina atau memelihara keprofesionalannya
6.      Bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber dalam daerah pelajaran tertentu
7.      Mengembangkan file sumber kurikulum dalam daerah pelajaran tertentu dan mengajar kelas-kelas yang paling besar.
8.      Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan memberikan komentar atau laporan.
9.      Bertindak sebagai pengajar
Kemudian berdasarkan UURI No. 14 Tahun 2005, pasal 32 ayat 1 tentang pembinaan dan pengembangan menyatakan bahwa: pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir. Maka dari itu, setiap guru yang akan menjadi guru professional butuh pembinaan dan pengembangan sikap-sikap professional keguruannya.
Untuk mengembangkan sikap-sikap professional keguruan, dapat dilakukan dalam dua masa yaitu:
A.    Pengembangan Sikap Keguruan Selama Masa Prajabatan
Masa prajabatan adalah masa pendidikan seorang calon guru atau guru yang mengikuti pendidikan dilembaga pendidikan guru (preservice training). Dilembaga pendidikan guru didapatkan segala konsep keilmuan dan bermacam – macam pengalaman yang berkaitan dengan keilmuan calon guru yang kelak setelah jadi guru, si calon guru siap menjadi guru yang professional.(Susi, 2009: 34)
Dalam pendidikan prajabataan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan kerampilan yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh – contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan, dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru beraada dalam pendidikan prajabatan. Sikap teliti dan disiplin dapat terbentuk dan dilaksanakan selama calon guru beraada dalam pendidikan prajabatan. Sikap teliti dan disiplin dapat terbentuk  dan dilaksanakan selama calon guru beraada dalam pendidikan prajabatan. Sikap teliti dan disiplin dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika ebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar. Pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan khusus yang direncanakan.(Soetjipto dan Raflis, 2009: 54)
Pendidikan profesi untuk mendapatkan sertifikasi profesi dapat memberikan kesempatan kepada calon guru untuk menggali potensi diri dan pengembangan diri sehingga sebelum diangkat jadi guru terlebih dahulu sudah dipersiapkan menjadi tenaga professional yang handal sehingga mamapu mewujudkan tugas dengan professional kelak setelah diangkat menjadi guru.
B.     Pengembangan Sikap Professional Keguruan Selama Dalam Jabatan
Menurut Susi Herawati (2009:35), masa ini adalah masa dimana seseorang sudah menjabat menjadi guru (inservice training). Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir. Pengembangan profesi meliputi pengembangan kompetensi baik professional, pedagogic, kepribadian dan social. Sedangkan pengembangan karir meliputi penugasan, kenaikan pangkat serta promosi.
Soetjipto dan Raflis (2009:55) mengatakan bahwa  pengembangan sikap dapat dilakukan dengan cara formal dan informal. Dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Dengan cara informal melalui media masa televisi, radio, Koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat menngkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.
 Kemudian Hamzah B.Uno (2009) dalam Susi (2009:36) menambahkan bahwa ada beberapa tekhnik yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan pembinaan guru, yaitu:
1.      Kunjungan kelas
Kunjungan kelas adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan kepala sekolah pada saat guru sedang mengajar dikelas. Hal-hal yang dapat dilakukan Kepala Sekolah dalam kelas dapat berupa menfokuskan perhatian pada semua elemen dan situasi belajar mengajar, bertumpu pada upaya memajukan proses belajar mengajar, membantu guru-guru secara komplit untuk memajukan proses belajar mengajar, menolong guru-guru agar dapat mengevaluasi diri sendiri dan memberikan kebebasan kepada guru agar dapat berdiskusi dengannya mengenai problema-problema yang dihadapinya dalam proses belajar mengajar.
2.      Pertemuan pribadi
Pertemuan pribadi adalah pertemuan, percakapan, dialog antara kepala sekolah dengan guru mengenai peningkatan dan pengembangan profesionalitas tugasnya. Pertemuan ini dapat dilakukan secara formal maupun non formal.
3.      Rapat dewan guru
Rapat dewan guru adalah mengadakan rapat pertemuan antara guru-guru baik rutin maupun berkala membahas masalah-masalah pelajaran serta masalah lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan di lembaga tersebut.


4.      Kunjungan  antar sekolah
Kunjungan antar sekolah atau studi banding ke sekolah-sekolah yang lebih maju dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan terhadap kemajuan pendidikan di lembaga maupun perbandingan terhadap kemajuan mutu guru-guru disekolah yang dikunjungi itu.
5.      Pertemuan dalam kelompok kerja
Pertemuan ini dapat berbentuk pertemuan rutin yang berkala antar guru-guru bidang studi seperti kelompok kerja guru (KKG) atau musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) yang membicarakan tentang pelaksanaan teknis dan pengembangan keilmuan guru.
6.      Penerbitan bulletin professional
Bulletin professional dapat membantu guru dalam menuangkan ide serta ekspresi dirinya yang dapat menjadi ajang penggalian ilmu pengetahuan sehingga profesi guru terus menuju kepada peningkatan kualitas dan mutu profesi.













BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sikap professional keguruan merupakan prilaku yang berhubungan dengan profesi yang harus dijaga, dipegang, serta dipedomani. Dimana berhubungan dengan pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati serta mengamalkan kemampuan dan sikap professional.
Untuk mengembangkan sikap-sikap professional keguruan, dapat dilakukan dalam dua masa yaitu:
a.       Pengembangan Sikap Keguruan Selama Masa Prajabatan
b.      Pengembangan Sikap Professional Keguruan Selama Dalam Jabatan

2.      Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis masih merasa terdapat berbagai kekurangan. Jadi penulis berharap masukan berupa kritikan dan saran yang membangun dari pembaca semua.